Sabtu, 04 Juli 2020

Resensi Buku: Animal Farm



Judul         : Animal Farm
Penulis     : George Orwell
Penerbit   : Bentang Pustaka
Tahun       : 2015
Halaman  : iv+144 halaman
ISBN          : 978-602-291-282-8

Animal Farm adalah sebuah novel klasik karya George Orwell yang mendapat penganugerahan Retro Hugo Award (1996) novela terbaik dan Prometheus Hall of Fame Award (1996), yang kemudian melejitkan namanya. Novel ini ditulis pada masa Perang Dunia II sebagai bentuk satire terhadap totaliterisme Uni Soviet. 

Kisah dimulai dari Major, seekor babi tua yang menceritakan mimpinya mengenai pemberontakan binatang: dimana para binatang akan berkuasa atas dirinya sendiri, bahwa mereka semua akan segera terbebas dari tirani manusia. 

Benar saja, pemberontakan itu terjadi lebih cepat dari perkiraan. Dipimpin oleh dua babi cerdas Snowball dan Napoleon mereka berhasil menggulingkan tirani manusia dan menghentikan perbudakan. Setiap minggunya para binatang akan berkumpul untuk rapat, dan membahas nasib mereka selanjutnya. Namun, di antara mereka, tanpa disengaja selalu mempunyai pandangan yang berbeda. Pandangan itu membuat keduanya larut perdebatan panjang.  

Sayangnya, kekuasaan benar-benar memabukkan. Secara cepat, Visi dan misi awal mengenai penghapusan tirani tidak berjalan dengan semestinya. Dualisme tidak dibiarkan begitu saja, dan salah satu benar-benar harus disingkirkan melalui cara apapun. 

Novel ini ringan untuk dibaca, namun penuh dengan keserakahan pemimpin. Kita akan berapi-api dan marah, mengetahui bahwa binatang-binatang yang tidak begitu pandai dibodohi oleh binatang lainnya yang dianggap lebih tinggi derajatnya. 

Kesetaraan menjadi semakin jauh dan samar, demokrasi yang digalakkan di awal bab berubah jadi kepemimpinan otoriter dimana pemimpin selalu benar. Tirani kembali, tiga kali lipat lebih parah dibandingkan sebelum terjadi pemberontakan.

Lagu "binatang inggris" yang dilantunkan sebelum pemberontakan terjadi menguap semangatnya, dan jadi hilang begitu saja. Novel ini layak dibaca oleh seluruh pecinta novel klasik.

Kamis, 02 Juli 2020

Review Buku: How to Respect Myself



Judul       : Buku How to Respect Myself
Penulis   : Yoon Hong Gyun
Penerbit : Transmedia
ISBN        : 978-623-710-033-1



How to Respect My Self adalah buku psikologi berisikan metode pelatihan mandiri dan kiat-kiat untuk meningkatkan harga diri yang ditulis oleh Yoon Hong Gyun seorang dokter kejiwaan korea selatan. 

Awalnya, saya merasa bahwa semua buku dengan label pengembangan diri sama saja. Tidak akan memberikan dampak besar bagi kejiwaan, apalagi terhadap orang-orang yang memiliki problem tentang harga diri. Namun, pemikiran itu berubah setelah saya memberanikan diri untuk membaca dan menyelaminya. 

Buku ini berisikan fakta-fakta: masalah tentang hubungan interpersonal yang sering menjadi masalah bagi seseorang. Hubungan yang tidak baik dengan sesama ternyata bisa memberikan perasaan negatif. Setiap orang selalu berusaha memikirkan perkataan orang lain dan tidak punya waktu untuk memikirkan dirinya sendiri.

Oleh sebab itu, kita tidak sepatutnya menganggap diri tidak berguna hanya karena satu identitas kita lemah. (Hlm 96) 

Manusia tidak hanya memiliki satu identitas. Tidak disarankan untuk mengutuk diri karena kita tidak diakui di tempat kerja, menganggap diri tidak berguna karena dianggap sebagai menantu yang tidak baik. Karena kita masih bisa eksis sebagai teman, pacar, orangtua, sukarelawan, penganut agama, atau rakyat. Jangan membiarkan masalah seperti ini mempengaruhi pikiran kita, hanya karena tak mampu mempertahankan diri pada satu tempat.

Buku ini menjaga kewarasan, karena penulis benar-benar meletakkan diri kita sebagai fokus dan pusat. Diri kita adalah aset berharga yang benar-benar layak dicintai. Stigma dan tuduhan negatif terhadap diri sendiri harus segera disingkirkan. 

Ada salah satu kutipan yang menohok hati saya, "Saya saja tidak memahami diri saya sendiri maka bagaimana mungkin saya meminta mereka memahami saya. Saya menjalani masa itu dengan tutup mulut. Sepertinya itu pertama kalinya saya mengetahui betapa kesepiannya tidak bisa mencintai diri sendiri." (Hlm 29) 

Betapa kesepiannya tidak bisa mencintai diri sendiri. Kita sering memikirkan bahwa sendirian adalah hal yang benar-benar menyengsarakan, padahal tidak demikian. Kita hanya tidak tahu bagaimana menyikapinya. Kita terlalu semena-mena memandang diri kita, hingga membuat dugaan-dugaan yang justru membuat harga diri kita semakin melemah. 

Banyak sekali pembahasan seputar harga diri yang ada dalam buku ini. Juga dilengkapi dengan panduan-panduan sederhana untuk meningkatkan kepercayaan diri dan mengontrol emosi. 

Buku ini benar-benar penuh dengan kesegaran dan sangat layak dibaca oleh orang-orang yang merasa insecure dalam hidup untuk mendapat prespektif berbeda tentang harga diri dan bagaimana itu bisa mempengaruhi setiap hal dalam kehidupan kita.